Senin, 21 Oktober 2013

Perbedaan Fiksi Serius dan Fiksi Populer





Menurut Robert Stanton, bahwa fiksi serius bermaksud menyajikan pengalaman kemanusiaan melalui fakta-fakta, tema-tema, dan sarana-sarana kesastraan. Untuk memahami dan menikmatinya, terkadang harus dilakukan semacam analisis terhadap bagian-bagian tersebut dan relasi-relasinya satu sama lain. Fiksi populer sepertinya tidak berbeda, fiksi populer juga bermaksud menyajikan pengalaman kemanusiaan. Hanya saja, tidak diperlukan perlakuan-perlakuan khusus atau analisis-analisis untuk memahami fiksi populer.
            Novel populer adalah novel yang memiliki masanya dan penggemarnya. khususnya kalangan remaja. Memang menampilkan masalah aktual dan sezaman, tapi hanya permukaannya saja. Ceritanya tidak menampilkan kehidupan secara intens dan meresap. Untuk itu, novel populer akan cepat ketinggalan jaman. Ciri-ciri yang tampak dalam novel populer adalah tokoh-tokoh yang kaya, tampan, cantik, dicintai, dikagumi, serta sanggup mengatasi segala masalah dengan cepat. Unsur cerita seperti plot, tema, karakter, dan latar dalam novel populer, biasanya bersifat stereotip, hanya begitu-begitu saja. Tujuannya adalah memudahkan pembaca untuk menikmati cerita atau sekedar mendapatkan hiburan. Contohnya adalah novel berjudul Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy. Sekilas novel itu menceritakan tentang seorang lelaki bernama Fahri yang sedang menempuh kuliahnya di Al-Azhar. Ketika akan melakukan perjalanan menuju Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq yang terletak di Shubra El-Kaima ujung utara kota Cairo, Maria memanggil Fahri dan titip untuk dibelikan disket. Maria adalah puteri sulung Tuan Boutros Rafael Girgis. Berasal dari keluarga besar Girgis. Sebuah keluarga Kristen Koptik yang sangat taat.
            Di dalam metro Fahri tidak mendapatkan tempat duduk. Ia berkenalan dengan seorang pemuda mesir bernama Ashraf yang juga seorang Muslim. Mereka bercerita tentang banyak hal. Tak lama kemudian, ada tiga orang bule yang berkewarganegaraan Amerika (dua perempuan dan satu laki-laki) naik ke dalam metro. Satu diantara dua perempuan itu adalah seorang nenek yang kelihatannya sudah sangat lelah yang membutuhkan tempat duduk. Akhirnya Aisha memberikan tempat duduknya kepada nenek tersebut.
            Disinilah awal perdebatan itu terjadi. Mereka mengeluarkan berbagai umpatan kepada Aisha dan ia pun hanya bisa menangis. Kemudian Fahri berusaha untuk meredakan perdebatan itu. Di Mesir Fahri tinggal bersama dengan keempat orang temannya yang juga berasal dari Indonesia, yaitu Saiful, Rudi, Hamdi, dan Misbah. Maria adalah seorang gadis Mesir yang manis dan baik budi pekertinya. Maria itu seorang non-muslim, namun ia mampu menghafal surat Al-Maidah dan surah Maryam. Suatu ketika keluarga Pak Boutros mengajak Fahri dan teman-temannya untuk makan malam di tepi sungai Nil kebanggaan kota Mesir, Madame Nahed meminta Fahri untuk mengajak Maria berdansa karena Maria tidak pernah mau di ajak berdansa. Fahri menolaknya dengan alasan Maria bukan mahramnya.
            Fahri juga mempunyai tetangga yang bernama Bahadur. Ia bersikap kasar kepada siapa saja bahkan dengan istrinya madame Syaima dan putri bungsunya Noura. Bahadur dan istrinya mempunyai tiga orang putri, Mona, Suzanna, dan Noura. Mona dan Suzanna berkulit hitam namun tidak halnya dengan Noura, dia berkulit putih dan berambut pirang.
            Suatu malam Bahadur menyeret Noura ke jalanan dan punggungnya penuh dengan luka cambukan. Fahri meminta bantuan Maria. Malam itu Noura menginap di rumah keluarga Boutros. Besoknya Fahri membawa Noura untuk menginap di rumah Nurul. Fahri dan Maria berusaha mencari tahu siapa keluarga Noura sebenarnya. Mereka yakin Noura bukanlah anak Bahadur dan Madame Syaima. Akhirnya benar, Noura bukanlah anak mereka. Noura yang malang itu akhirnya bisa berkumpul bersama orang-orang yang menyayanginya. Sekarang Fahri terfokus pada ujian yang sangat menentukan. Jika proposalnya ditolak maka ia harus menunggu setengah tahun lagi untuk mengajukan proposal baru.
            Aisha mulai jatuh cinta pada Fahri. Ia meminta pamannya Eqbal untuk menjodohkannya dengan Fahri. Aisha telah mengenal Fahri dan Fahri juga telah mengenalnya. Eqbal banyak cerita tentang keluarganya. Fahri pun telah cerita banyak pada Eqbal. Tentang keluarganya yang miskin. Tentang bagaimana Fahri datang ke Mesir dengan menjual sawah warisan kakek. Harta satu-satunya yang dimiliki keluarga. Tentang awal-awal di Mesir yang penuh derita. Tak ada beasiswa. Tak ada pemasukan. Melalui bantuan Syaik Utsman, Fahri pun bersedia untuk menikah dengan Aisha.
            Kira-kira setengah jam sebelum azan ashar berkumandang, Sarah Ali Faroughi, memberi tahu semuanya telah siap. Fahri minta tolong pada Eqbal agar bisa melihat wajah Aisha sebelum berangkat. Tepat saat adzan ashar berkumandang mereka sampai di masjid tempat akad nikah akan dilangsungkan. Sudah banyak teman-teman mahasiswa Indonesia dan mahasiswa Turki yang sampai di sana. Aisha dan dua bibinya langsung menuju lantai dua tempat jamaah wanita. Acara dilangsungkan di depan mihrab masjid. Syaikh Ustman, Syaikh Prof.Dr. Abdul Ghafur Ja’far, Bapak Atdikbud, Eqbal Hakan Erbakan, Akbar Ali dan beberapa syaikh Mesir yang diundang Syaikh Ustman duduk dengan khidmat tepat di depan mihrab menghadap ke arah jamaah dan hadirin yang memenuhi masjid. Rupanya saat shalat Jum’at tadi telah diumumkan akan ada acara akad nikah antara mahasiswa Indonesia dan muslimah Turki, sehingga orang Mesir yang ada di sekitar masjid penasaran dan masjidpun penuh. Fahri duduk di sebelah kanan Akbar Ali.
            Mendengar kabar pernikahan Fahri, Nurul menjadi sangat kecewa. Paman dan bibinya sempat datang ke rumah Fahri untuk memberitahu bahwa keponakannya sangat mencintai Fahri. Namun terlambat, Fahri akan segera menikah dengan Aisha. Malang benar nasib Nurul. Fahri dan Aisha memutuskan untuk berbulanmadu menyewa flat di pinggir sungai Nil.
            Sepulang dari bulanmadunya, Fahri mendapat kejutan dari Maria dan Yousef. Maria dan adiknya itu datang ke rumah Fahri untuk memberikan sebuah kado pernikahan. Namun Maria tampak lebih kurus dan murung. Memang saat Fahri dan Aisha menikah, keluarga Boutros sedang pergi berlibur. Begitu mendengar Fahri telah menjadi milik wanita lain dan tidak lagi tinggal di flat, Maria sangan terpukul.
            Kebahagiaan Fahri dan Aisha tidak bertahan lama, karena Fahri harus menjalani hukuman di penjara atas tuduhan pemerkosaan terhadap Noura. Fahri dibawa ke markas polisi Abbasca. Fahri diinterogasi dan dimaki dengan kata-kata kotor. Fahri dituduh memperkosa Noura hingga hamil hampir tiga bulan. Noura teramat luka hatinya saat Fahri memutuskan untuk menikah dengan Aisha. Di persidangan, Noura yang tengah hamil itu memberikan kesaksian bahwa janin yang dikandungannya adalah anak Fahri. Pengacara Fahri tidak dapat berbuat apa-apa, karena ia belum memiliki bukti yang kuat untuk membebaskan kliennya dari segala tuduhan. Fahri pun harus mendekam di penjara selama beberapa minggu.
            Satu-satunya saksi kunci yang dapat meloloskan Fahri dari fitnah kejam Noura adalah Maria. Marialah yang bersama Noura malam itu yaitu malam yang Noura sebut dalam persidangan sebagai malam di mana Fahri memperkosanya. Maria sedang terluka lemah tak berdaya. Luka hati karena cinta yang bertepuk sebelah tangan membuatnya jatuh sakit. Atas desakan Aisha, Fahri pun menikahi Maria. Pernikahan itu berlangsung di rumah sakit. Aisha berharap dengan mendengar suara dan merasakan sentuhan tangan Fahri, Maria tersadar dari koma panjangnya. Aisha berharap agar harapannya menjadi kenyataan.
            Akhirnya Maria dapat membuka matanya dan bersedia untuk memberikan kesaksian di persidangan. Fahri pun terbebas dari tuduhan Noura. Dengan kata lain, Fahri dapat meninggalkan penjara yang mengerikan itu. Takbir bergemuruh di ruang pengadilan itu dilantunkan oleh semua orang yang membela dan simpati pada Fahri. Seketika Fahri sujud syukur kepada Allah Swt. Aisha memeluk Fahri dengan tangis bahagia tiada terkira. Paman Eqbal dan Bibi Sarah tidak mampu membendung airmatanya. Syaikh Ahmad dan Ummu Aiman juga sama. Satu persatu orang Indonesia yang ada di dalam ruangan itu memberi selamat dengan wajah baru.
            Noura menyesal atas perbuatan yang dilakukannya. Dengan jiwa besar  Fahri memaafkan Noura. Terungkaplah bahwa ayah dari bayi dalam kandungan Noura adalah Bahadur. Fahri, Aisha, dan Maria mampu menjalani rumah tangga mereka dengan baik. Aisha menganggap Maria sebagai adiknya, demikian pula Maria yang menghormati Aisha selayaknya seorang kakak.
            Maria tiba-tiba ingin masuk surga. Akhirnya Fahri membantu Maria dengan cara mengambilkan air untuk berwudlu. Dengan sekuat tenaga Fahri membopong Maria yang kurus kering itu menuju kamar mandi. Aisha juga membantu membawakan tiang infus. Dengan tetap dibopong oleh Fahri, Maria diwudhui oleh Aisha. Setelah selesai, Maria kembali dibaringkan di atas kasur seperti semula. Lalu dengan suara lirih yang keluar dari relung jiwa ia mengucapkan syahadat. Ia tetap tersenyum. Perlahan pandangan matanya redup. Tak lama kemudian kedua matanya yang bening itu tertutup rapat.
            Fahri memegang tangannya dan denyut nadinya telah berhenti. Tidak ada yang menduga jika maut akhirnya merenggut Maria. Maria menghadap Tuhan dengan menyungging senyum di bibir. Wajahnya bersih seakan diselimuti cahaya. Kata-kata yang tadi diucapkannya denagn bibir bergetar itu kembali terngiang ditelinga Fahri. Namun Maria sangat beruntung karena sebelum ajal menjemputnya, ia telah menjadi seorang mu’alaf dengan bantuan Fahri dan Aisha.
Novel tersebut lebih mudah dipahami, karena karakter tokoh digambarkan dengan jelas, selain itu novel Ayat-Ayat Cinta ini juga tidak menyulitkan kita untuk mengetahui inti dari permasalahan, novel ini sedikit berlebihan karena tokoh utama dicintai oleh banyak gadis sehingga dia menjadi rebutan para gadis. Novel Ayat-ayat cinta ini hanya populer di masanya, seperti yang kita lihat saat ini novel Ayat-ayat Cinta telah jarang dibicarakan karena adanya karya-karya Habiburrahman yang baru dan membuat pembaca beralih membaca novel terbaru beliau seperti novel Bumi Cinta yang sedang best seller di toko buku.
Lain halnya dengan fiksi serius. Fiksi serius mengajak  pembaca untuk menafsirkan dengan bekal intelektualnya. Untuk membaca fiksi serius diperlukan kemauan dan daya konsentrasi yang tinggi. Pengalaman kehidupan dihayati hingga menemukan nilai-nilai yang universal. Selain, memberikan pengalaman yang berharga, fiksi serius mengajak pembaca untuk merenungkan dan meresapi permasalahan secara sungguh-sungguh. Contohnya roman berjudul Belenggu karya Armijn Pane yang saya kategorikan sebagai fiksi serius karena roman ini sedikit sulit dimengerti, dari penggunaan bahasanya, Armijn Pane menggunakan sebagian bahasa melayu. Permasalah pada roman tersebut juga sering berubah-ubah membuat pembaca sedikit kesulitan mengartikan pokok permasalahannya, cara mengarang beliau juga sedikit sugestif. Roman ini sering digunakan untuk penelitian sastra, sesuai dengan ciri-ciri fiksi serius yang mengharuskan kita benar-benar konsentrasi pada bahan bacaan yang sedang dibaca. Berikut sinopsis Roman Belenggu.
Sukartono menikah dengan seorang yang cantik dan cerdas bernama Sumartini. Sebenarnya keduanya tidak saling mencintai, karena memiliki kepentingan masing-masing, akhirnya keduanya sepakat untuk menikah. Sukartono merasa bahwa Sumartini adalah orang yang cocok untuk mendampingi hidupnya. Dia menikahi Sumartini karena kecantikan dan kepandaianya. Sumartini menikahi Sukartono dengan alasan dia ingin melupakan masa lalunya. Tak lama setelah membina rumah tangga, ternyata kehidupan mereka tidak harmonis. Mereka sering bertengkar dan cekcok, bahkan saling diam tanpa komunikasi. Sukartono adalah seorang dokter yang menjunjung tinggi pekerjaanya. Dia bekerja disiplin tanpa kenal lelah demi pasienya. Dia juga seorang dokter yang dermawan karena sering membebaskan bayaran bagi pasienya yang tidak mampu. Ternyata pengabdian Sukartono pada pekerjaanya telah membuat dia lupa pada kehidupan rumah tangganya. Sumartini merasa diabaikan dan beranggapan bahwa suaminya lebih mencintai pekerjaan daripada dirinya, seakan tidak pernah ada waktu komunikasi dalam rumah tangga. Hari-hari mereka sering dilalui dengan pertengkaran. Sukartini merasa tidak memiliki hak di hadapan Sukartono. Itulah yang memicu pertengakaran di antara mereka, sepertinya tiada hari yang dilalui tanpa pertengkaran.
Waktu pun berlalu, suatu hari Sukartono menerima telpon bahwa ada seorang pasien yang sakit keras. Dia lalu diminta menemui pasienya di suatu hotel. Sukartono pun memenuhi panggilan pasien tersebut. Setelah sampai di hotel, Sukartono kaget bahwa pasienya adalah Rohayah yang merupakan teman sekolah dan sahabat masa kecilnya. Rohayah menceritakan bahwa dia dipaksa kawin oleh orang tuanya. Dia tidak cocok hidup dengan suaminya.
Akhirnya dia pindah ke Jakarta dan memutuskan menjadi janda. Sebenarnya Rohayah secara diam-diam telah jatuh hati pada Sukartono. Itulah yang membuatnya mencari keberadaan Sukartono. Setelah bertemu, Rohayah kemudian melancarkan seranganya dengan memberikan rayuan-rayuan dan pujian kepada Sukartono. Semula Sukartono tidak terpengaruh dengan rayuan Rohayah. Tetapi setelah dirayu terus-menerus akhirnya dia jatuh juga pada rayuan Rohayah. Sukartono merasa bahwa dengan Rohayah dia bisa menemukan ketenangan hatinya yang tidak bisa dia peroleh bersama Sumartini.
Keharmonisan hubungan Sukartono dengan Rohayah akhirnya tercium juga oleh Sumartini. Dia marah dan jengkel, kemudian pergi ke hotel tempat Rohayah menginap untuk memberikan caci maki dan menumpahkan amarahnya.
Setibanya di hotel, perasaan marah Sumartini luluh juga oleh kelembutan hati dan keramahan Rohayah. Setelah pulang dari hotel tempat Rohayah menginap, Sukartini berintrospeksi diri. Dia merasa telah berlaku kasar pada suaminya dan tidak bisa memberikan rasa kasih sayang seperti yang diinginkan suaminya. Dia lalu memutuskan untuk berpisah dengan Sukartono.
Pada mulanya Sukartono tidak mengijinkan keputusan Sumartini, bahkan dia juga akan berusaha mengubah hidupnya untuk lebih perhatian pada Sumartini, tetapi karena kebulatan tekad Sumartini, akhirnya Sukartono tak kuasa juga untuk mencegahnya, mereka pun secara resmi berpisah. Hati Sukartono pun gundah. Dia merasa sedih dengan perceraian tersebut. Penderitaanya bertambah ketika mengetahui bahwa Rohayah telah pindah dan meninggalakan sebuah surat yang menyatakan perasaanya pada Sukartono.
Pada akhirnya Sukartono mengabdikan diri pada sebuah panti asuhan. Di tempat tersebut dia merasa mendapatkan ketenangan batinya karena bisa membantu orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar