Selasa, 12 November 2013

FEMINISME

Berbicara feminisme artinya membicarakan ideologi, bukan wacana. Hakikat feminisme adalah perlawanan, anti, dan bebas dari penindasan, dominasi, hegemoni, ketidakadilan, dan kekerasan. Kekhasan feminisme adalah melawan penindasan. Perlawanan ini ditempuh dengan berbagai macam cara atau aksi. Karena melawan penindasan, maka perlawanan ini harus diawali dengan adanya kesadaran kritis dan pengorganisasian diri. Dengan mata, hati dan tindakan yaitu bahwa dia menyadari, melihat, mengalami adanya penindasan yang terjadi pada perempuan mempertanyakannya, menggugat dan mengambil aksi untuk merubah kondisi tersebut. Feminisme dengan demikian berpihak pada perempuan, pada mereka yang ditindas, didiskriminasi, diekploitasi, dan diabaikan. Feminisme membongkar pengalaman ketertindasan sebagai perempuan, mempertanyakan relasi-relasi kekuasaan yang berlangsung pada perempuan. Feminisme memperjuangkan kemanusiaan kaum perempuan, memperjuangkan perempuan sebagai manusia merdeka menuju penataan hubungan-hubungan sosial baru di mana perempuan sama dengan laki-laki menjadi subjek utuh dalam membuat keputusan dalam alokasi kekuasaan dan sumber-sumbernya. Perubahan ini datang tidak dengan sendirinya melainkan harus diperjuangkan.
Feminisme dimulai sejak perempuan mulai secara sadar mengorganisasikan diri mereka dalam skala yang cukup untuk memperbaiki kondisi ketertindasan mereka. Awal abad 17 istilah feminisme mulai digunakan, maknanya dipahami dalam konteks waktu itu, berakar pada analisis politik tahun 1970-an. Dalam buku Encyclopedia of Feminism, yang ditulis Lisa Tutle, 1986, feminisme atau bahasaInggris : feminism, berasal dari bahasa latin yaitu femina: woman dan secara harfiah artinya ‘having qualities of femals’. Telah disepakati bahwa feminisme sebagai istilah untuk pertama kali digunakan pada abad ke-17 di Inggris, menurut Kumari Jayawardena (1986). Dalam buku ‘Feminism and Nationalism in theThird World (1986)’ Kumari menguraikan bahwa perbincangan mengenai hak  perempuan dan pendidikan telah berlangsung di Cina pada abad 18 dan bahwa pada abad 19 dan awal 20 telah ada perjuangan kaum feminis di India, Iran, Turki,Mesir, Jepang, Korea, Philipina, Vietnam, Srilanka, dan Indonesia.
 
Keragaman Pemikiran Feminisme
a.       Feminisme Liberal
Aliran pemikiran politik yang merupakan asal mula feminisme liberal, berada dalam proses rekonseptualisasi, pemikiran ulang, dan penstrukturanulang. Feminisme liberal menekankan, pertama-tama bahwa keadilan gender menuntut kita untuk membuat aturan permainan yang adil, sedangkan kedua,untuk memastikan tidak satupun dari pelomba untuk kebaikan dan pelayanan bagi masyarakat dirugikan secara sistematis, keadilan gender tidak menuntut kita untuk memberikan hadiah bagi pemenang dan yang kalah. Tujuan umum dari feminisme liberal adalah untuk menciptakan masyarakat yang adil dan peduli tempat kebebasan berkembang. Hanya didalam masyarakat seperti itu perempuan dan laki-laki dapat mengembangkan diri. Akar feminisme abad ke-18 dan ke-19 Alison Jaggar, dalam Feminist  Politict and Human Nature, mengamati bahwa pemikiran politis liberal mempunyai konsepsi atas sifat manusia, yang menempatkan keunikan kita sebagai manusia dalam kapasitas kita untuk bernalar. Keseluruhan sistem atas hak individu dibenarkan. Bagi kaum liberal klasik negara yang idelal harus melindungi kebebasan sipil (misalnya, kebebasan menyampaikan pendapat). Bagi kaum liberal yang berorientasi kepada kesejahteraan. Sebaliknya, negara yang ideal lebih fokus pada keadilan ekonomi kebebasan sipil. Menurut pandangan kelompok liberal ini, individu memasuki pasar dengan perbedaan pada posisi asal yang menguntungkan, bakat inhern dan keuntungan semata. Feminis liberal kontemporer tampaknya lebih cenderung kepada liberalisme yang berorientasi kepada kesejahteraan.
b.      Feminisme Radikal
Feminisme radikal melihat tegas hubungan atau relasi kekuasaan laki-lakidan perempuan. “Personal is Political” menjadi kata kunci bagi feminisme radikal. Jika feminisme liberal melihat sumber masalahnya adalah diskriminasi terhadap kebebasan, hak individu, dan kesempatan perempuan maka feminisme radikal melihat sumber masalahnya adalah ideologi patriarki. Feminisme radikal percaya pada pentingnya otonomi dan gerakan perempuan. Dia melihat persoalan personalitas perempuan tidak boleh dipisahkan dengan persoalan publik. Apapun yang menyangkut perempuan adalah politik, misalnya menilai perkawinan atau tidak mau menggunakan alat kontasepsi. Politik bagi mereka bukan hanya sekedar jadi anggota legislatif atau partai. Feminisme radikal juga menolak dipisahkan publik otoritas sosial ekonomi perempuan, dan tawaran solusi fire stone adalah perempuan harus merebut pengendalian atas alat-alat teknologi reproduksi.
c.       Feminisme Marxis dan Sosialis

Feminis marxis mengidentifikasi bahwa kelasisme merupakan penyebab opresi kepada perempuan. Opresi tersebut merupakan produk dari struktur politik, sosial, dan ekonomi. Pekerjaan perempuan dianggap sebagai pekerjaan yang tidak pernah selesai sehingga terdapat konsepsi pada diri perempuan bahwa jika mereka tidak melakukan pekerjaan seperti itu, maka mereka bukanlah perempuan. Feminis marxis menjelaskan pula bahwa untuk mengetahui mengapa perempuan teropresi oleh laki-laki harus melakukan analisa pada hubungan di antara status pekerjaan perempuan dan citra diri perempuan.

materi seminar revitalisasi peran bahasa, sastra, dan budaya

Revitalisasi Peran Bahasa, sastra, dan Budaya.
M. Dahlan Abubakar
            Dari paparan tersebut, ada beberapa kata kunci yang perlu mendapat perhatian jika kita menginginkan bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa pergaulan dunia.
1.      Pemerintah harus menekankan perlunya secara sadar agar seluruh pejabat konsisten menggunakan bahasa Indonesia dalam berbagai forum mana pun dan di mana pun, khususnya bagi Presiden Republik Indonesia.
2.      Pemerintah sudah saatnya membentuk lembaga pendidikan bahasa Indonesia yang “menempel” pada perwakilan/kantor kedutaan RI di luar negeri untuk melayani negara yang bersangkutan belajar bahasa Indonesia.
3.      Pemerintah harus memberi bantuan kepada perguruan tinggi di Indonesia yang menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi asing yang mengirim mahasiswanya belajar bahasa Indonesia di Indonesia.
4.      Perlu disediakan beasiswa bagi mahasiswa asing yang hendak belajar bahasa Indonesia di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
5.      Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, perlu melaksanakan program pengiriman tenaga dosen bahasa Indonesia mengajar bahasa Indonesia di beberapa universitas yang sudah mengampu bahasa Indonesia sebagai salah satu mata kuliahnya.
Peran sastra sebagai pembentuk karakter bangsa yang didasari oleh kesadaran multikultural
Pujiharto
1.      Dinamika pengertian sastra
Wellek dan Warren (1956) mengatakan bahwa sastra memiliki definisi yang berubah-ubah dari waktu ke waktu. Perubahan definisi tersebut menunjukkan bahwa ilmu sastra sebagai salah satu disiplin ilmu terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Bila empat orientasi sastra yang dikemukakan Abrams (1999) dijadikan sebagai dasar pendefinisian, secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa orientasi mimetik dan mendefinisikan sastra sebagai tiruan kenyataan.
2.      Sastra dalam perspektif pascastrukturalisme
Pascastrukturalisme memandang sastra sebagai teks. Teks itu sendiri didefinisikan sebagai kompleksitas tanda bagai jaring-jaring yang bersifat bolak-balik, ke depan dan ke samping. Tanda itu sendiri dalam cara pandang pascastrukturalisme dipahami bukan sebagai hubungan antara penanda dan petanda yang bersifat tertutup dan stabil seperti dikemukakan kaum strukturalis, tetapi sebagai relasi antara penanda dan petanda yang bersifat terbuka dan labil yang karenanya di dalamnya tidak pernah ada kepenuhan makna. Sejalan dengan kemunculan teori pascastruturalisme, sastra sebagai sistem tanda (teks) dipandang sebagai karya yang mampu menciptakan kenyataan.
3.      Karakter bangsa yang didasari oleh kesadaran multikultural
Istilah karakter yang berasal  dari bahasa Inggris character memiliki beberapa arti, diantaranya:
a.       Kombinasi kualitas yang membuat orang, benda, tempat, dan lain-lain yang partikular yang berbeda dari yang lain
b.      Sebuah kombinasi kualitas yang diperhatikan sebagai berharga atau terpuji seperti prinsip-prinsip utama, kejujuran, dan sejenisnya.
Bila dihubungkan dengan cara pandang pascastrukturalisme, definisi character, yaitu kombinasi kualitas yang membuat orang, benda, tempat, dan lain-lain yang partikular yang berbeda dari yang lain.
4.      Karya sastra sebagai pembentuk karakter yang didasari oleh kesadaran multikultural
Kepluralan karya sastra memiliki hubungan berbanding lurus dengan cara pandang yang digunakan untuk membacanya, yaitu pascastrukturalisme. Karena dalam perspektif pascastrukturalisme sastra dipandang sebagai teks yang mengandung pluralis makna, bahwa pluralitas makna itu inheren di dalam karya sastra, yang berarti pula, dalam lingkup yang lebih luas, yaitu sastra dalam hubungannya dengan masyarakat, sastra selalu menggambarkan pluralis budaya, maka dengan sendirinya di balik pluralitas itu terkandung kesadaran multikultural. Namun, pada kenyataannya banyak teks sastra yang mendominankan cara pikir logosentris.

ETNOSAINS, ETNOTEK DAN ETNOART
Paradigma fenomenologis untuk revitalisasi kearifan lokal
Heddy Shri Ahimsa-Putra
Revitalisasi kearifan lokal memerlukan penggunaan paradigma baru dalam penelitian sosial-budaya. Paradigma baru ini adalah paradigma etnosains, yang ada dalam Antropologi Budaya. Paradigma etnosains ditunjukkan untuk mengungkapkan sisi ideational dari kebudayaan, atau aspek pengetahuan dari kebudayaan. Kebudayaan dilihat dari sisi ini merupakan perangkat pengetahuan yang dimiliki oleh suatu komunitas atau masyarakat, yang digunakan sebagai pedoman untuk menghadapi lingkungannya. Definisi ini sejajar dengan definisi kearifan local yang telah dikemukakan disini. Oleh karena itu, Etnosains merupakan paradigma dalam penelitian kebudayaan yang paling tepat digunakan untuk mengungkap kearifan-kearifan lokal masyarakat.
Secara filosofis, paradigma Etnosains berada dalam satu jalur dengan filsafat Fenomenologi yang dikembangkan oleh Edmund Husserl. Filsafat fenomenologi bertujuan mendeskripsikan “kesadaran” yang dimiliki oleh manusia. Namun, kalau filsafat fenomenologi bertujuan mencapai fenomena kesadaran tersebut lewat metode-metode filosofis-fenomenologis, penelitian social budaya bertujuan mencapai kesadaran tersebut lewat penelitian-penelitian terhadap kehidupan manusia dan wacana-wacana dalam kehidupan tersebut. Filsafat fenomenologi mengasumsikan adanya “ kesadaran-kesadaran” yang bersifat universal, sedang Etnosains beranggapan bahwa adanya kesadaan semacam itu harus dibuktikan terlebih dahulu lewat penelitian-penelitian atas fenomena empiris. Selain itu, kesadaran dalam perspektif Etnosains merupakan kesadaran yang bersifat kolektif, social yang merupakan hasil dari komunikasi antar individu dengan mengunakan bahasa. Oleh karena itu, penelitian dengan paradigma etnosains sangat banyak memperhatikan bahasa lokal. Terlepas dari perbedaan-perbedaan ini, filsafat Fenomenologi memberi basis filosofis pada paradigm Etnosains.
Dalam antropologi budaya, penelitian etnosains telah diterapkan pada berbagai bidang, diantaranya adalah pada kajian tentang sistem kesehatan dan pegobatan lokal, tentang pertanian, perikanan, perumahan, lingkungan dan juga tentang kesenian. Berbagai hasil penelitian ini sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk penyusunan program-program peningkatan kesejahteraan masyarakat, namun hingga saat ini, upaya-upaya untuk memanfaatkan hasil-hasil kajian tersebut masih belum maksimal. Banyak hasil penelitian etnosains yang belum dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang telah diteliti.
Apabila program-program pembangunan atau pengembangan pengetahuan, teknologi dan kesenian yang berbasis kearifan lokal diinginkan keberhasilannya dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka perspektif etnosains, etnoetik dan etnoart tampaknya sama sekali tidak dapat ditinggalkan, mengingatkan fundamentalnya perspektif ini bagi upaya-upaya tersebut, serta kecocokannya dengan etika.
Dengan menggunakan paradigma etnosains (termasuk didalamnya etnotek dan etnoart) kita akan dapat:
a.       memahami dan mengungkapkan kearifan-kearifan local, yang kemudian
b.      dapat kita jadikan basis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat-masyarakat local,

c.       melalui perencanaan-perencanaan yang berbasis kearifan lokal juga. Dengan kata lain, paradigma etnosains memungkinkan dilakukannya penyejahteraan masyarakat lewat proses yang lebih partisipatif, lebih manusiawi.

Minggu, 03 November 2013

Analisis latar tempat dan alur dalam novel ayat ayat cinta


Analisis Latar Tempat :


a.       Mesir Kairo Al-azhar


“Tengah hari ini, kota Kairo seakan membara. Matahari berpijar ditengah petala langit. Seumpama lidah api yang menjulur dan menjilat-jilat bumi. Tanah dan pasir seakan menguapkan bau neraka. Hembusan angin sahara disertai debu yang bergulung-gulung menambah panas udara semakin tinggi dari detik ke detik. Penduduknya, banyak yang berlindung dalam flat, yang ada dalam apartemen-apartemen berbentuk kubus dengan pintu, jendela, dan tirai tertutup rapat”.


                                                                                    (Ayat Ayat Cinta, 2005:15)


b.      Flat


“Memang, istirahat di dalam flat sambil menghidupkan pendingin ruangan jauh lebih nyaman daripada berjalan ke luar rumah, meski sekadar untuk shalat berjamaah di masjid. Panggilan azan Zuhur dari ribuan menara yang bertebaran di seantero kota hanya mampu menggugah dan menggerakkan hati mereka yang benar-benar tebal imannya.  Mereka yang memiliki tekad beribadah sesempurna mungkin dalam segala musim dan cuaca, seperti karang yang tegak berdiri dalam terjangan ombak, terpaan badai, dan sengatan matahari. Ia tiada kenal kesah, tetap teguh berdiri seperti yang dititahkan Tuhan bertasbih siang malam”.


                                                                                    (Ayat Ayat Cinta, 2005:15)


a.       Masjid


Panggilan iqamat terdengar bersahut-sahutan. Panggilan mulia itu terdengar sangat menentramkan hati. Pintu-pintu meraih kebahagiaan dan kesejahteraan masih terbuka lebar-lebar. Kupercepat langkah. Tiga puluh meter di depan adalah Masjid Al-Fath Al-Islami”.


                                                                                    (Ayat Ayat Cinta, 2005:29)


a.       Rumah sakit


“Menjelang maghrib Dokter Ramzi Shakir memberi tahu setelah melihat hasil foto CT scan kepalaku, aku harus dioperasi. Ada gumpalan darah beku yang harus dikeluarkan”.


                                                                                    (Ayat Ayat Cinta, 2005:45)


b.      Restoran


“Akhirnya tian Boutros memarkir mobilnya di halaman sebuah restoran mewah. Cleopatra restaurant namanya. Terletak di pinggir sungai Nil. Bersebelahan dengan good shot dan maadi yacht club”.


                                                                                    (Ayat Ayat Cinta, 2005:285)


c.       San Stefano, Alexandria


“Selesai pelatihan kami mempersiapkan segala sesuatu untuk pergi ke Alexandria. Dengan cermat Aisha mendata semua keperluan yang harus dibawa”.


                                                                                    (Ayat Ayat Cinta, 2005:293)


d.      Penjara


“Aku dibawa ke markas polisi Abbasca. Diseret sperti anjing kurap. Lalu diinterogasi habis-habisan, dibentak-bentak, dimaki-maki dan disumpahserapahi dengan kata-kata kotor”.


                                                                                    (Ayat Ayat Cinta, 2005:307)




Alur yang digunakan dalam novel “Ayat Ayat Cinta” karya Habiburrahman El-Shirazy adalah alur campuran. Berikut kutipannya:


-          Kutipan 1


Sedangkan Saiful yang waktu SMP pernah diajak ayahnya ke Turki bercerita tentang indahnya malam di teluk Borpolus. Ia bercerita detil teluk Borporus. Lalu mengajak kami membayangkan bagaimana Sultan Muhammad Al-Fatir Konstantinopel dengan memindahkan puluhan kapal di malam hari lewat daratan dan menjadikan kapal itu jembatan untuk menembus benteng pertahanan Konstantinopel.


(Habiburrahman, 2004 : 73).


-          Kutipan 2


Ada pesan masuk lagi. Tidak kulihat. Aku harus istirahat. Tiba-tiba mataku berkaca-kaca. Aku belum pernah memberikan kado pada ibuku sendiri di Indonesia. Sebelum kenal Cairo, aku adalah orang desa yang tidak kenal dengan namanya kado. Di desa, hadiah adalah membagi rizki pada tetangga agar semua mencicipi suatu nikmat anugerah Gusti Allah. Jika ada yang panen mangga yang semua tetangga dikasih biar ikut merasakan.


(Habiburrahman, 2004 : 114).


           


            Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa alur yang digunakan dalam novel Ayat Ayat Cinta adalah alur campuran. Pada awal memang menggunakan alur maju. Tapi, disisi lain pengarang sering memperlihatkan kisah masa lalu dari tokoh-tokoh novel tersebut.